Di Angka 11.00 Berpuncak Pada 02.00 (Mencekam)

 



Malam itu, minggu paskah 2021 hujan yang mengguyur Bello dan sekitarnya disertai angin semenjak Kamis Putih menggurung niat kebanyakan insan beriman menuju kapela merayakan misteri iman itu. Saya tidak tahu entah mulai jam berapa listrik diseputaran Bello padam, yang pastinya pada pukul 19.00 malam itu saya sempat menuangkan isi hati saya dalam satu tulisan dengan judul “alam merayakan paskah 2021 dengan caranya sendiri” hanya diterangi lilin.

Malam itu diterangi lilin dan pelita sumbu buatan sang istri tercinta kami sekeluarga menikmati makan malam bersama. Kami tidak seperti biasa setelah makan malam pasti rekreasi, ada yang nonton tv, ada yang dengar music dan biasanya kalau tidak ada urusan, saya biasanya main music atau nonton bola kaki, kebetulan pramusim (piala menpora) 2021 sedang dihelat yang disiarkan secara live oleh indosiar.

Kami sekeluarga tidur malam itu, sekitar  pukul  21.00. Hujan angin dalam taraf normal terus  mengiringi kami. Di angka 11.00 suasana mulai mencekam. Dirumah utama kami ada 4 kamar tidur dan ada ruang lain yang tersedia di bawah yang selama ini digunakan oleh sang ganteng Ginto untuk  tidur  dan aktifitas sekolahnya karena memang suasana pandemi menuntut sekolah online.

Hujan angin yang tadi normal mulai tidak normal, hujan semakin lebat, angin semakin mencekam. Rumah dalam suasana hendak ditelan si roh jahat. Saya berucap pada istri, “ apakah kita harus segera menyelamatkan diri ke ruang bawah”?.  Saat itu istri tercinta berucap, “ mungkinkah kita harus meninggalkan rumah cinta kita, yang kita bangun dengan susah payah dan cucuran keringat”?. Mendengar kata-kata istri saya terdiam. Di samping rumah ada sebatang pohon besar, kami kwatir janga-jangan pohon itu tumbang, dan ada satu ruang tidur yang selama ini ditempati oleh anak Novi dan Mety, kamar itu dekat pohon besar itu. Kami memanggil keduanya itu tidur bersama kami ruang tidur keluarga. Di kamar lain ada Marlen dan Merlus dua cantic yang  lagi duduk di bangku kuliah. Suasana terus mencekam, air dihempaskan oleh angin masuk mengusir kami dari ruang tidur dan kami semua menuju dapur yang saat diatap memang lebih rendah dari rumah utama.

Suasana semakin mencekam, atap dapur itu terus dihantam badai seolah mengusir kami dirumah utama. Dalam kepanikan saya di istri tercinta berjuang menahan seng yang  hendak diterbangkan badai. Akhirnya kami menyerah dan berusaha menyelamatkan diri diruangan bawah. Angin yang sedang mengamok dan dengan caranya sedang menunjukan taringnya mencabut sebuah pohon advokad di samping rumah kami, aku bersama istri dan dipelukan ada si pangeran kami. Dua kali kami terjatuh, yang paling membahayakan saat  dihadapan kami Seroja mencabut pohon advokad itu.

Setelah berjuang sampai ruang bawah, kami aman seroja akhirnya leluasa membongkar atap rumah kami dan semua pepohonan didepan pondok kami.  Kami baru bangun dari ruang kecil itu, pukul 06.00, ketika adik Frans datang. Angin masih bertiup kencang kala itu.

 

Bello, 13 April 2021

 Kutulis tepat pukul 22.26 Menit Witeng.

Goresan ini sebagai ungkapan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kami.

1.       Warga RW 03 Kel.Bello-Kota Kupang

2.       Ketua RT 07 Kel,Bello- Kota Kupang bersama warga

3.       Para petugas PLN yang berjuang siang malam, akhirnya, pukul 21.30 listrik itu akhirnya menyala, dan aku bisa menuangkan goresan hati ini dengan terang listrik.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Almarhumah Josefina Maria Mey & Cinta Sucinya !